Gowok, Tradisi Lelaki Jawa Belajar Seksualitas dari Wanita Dewasa. (Ilustrasi: KITLV Leiden)
TRADISI Gowok dalam budaya Jawa kembali menjadi perbincangan publik. Konon, praktik ini telah dikenal sejak awal abad ke-20 dan merupakan bagian dari pendidikan pra-nikah bagi pemuda tertentu, khususnya dari kalangan bangsawan. Namun, tidak semua remaja pria yang akan menikah menjalani tradisi ini—hanya mereka dari keluarga terpandang yang dianggap layak mendapat pendidikan seksual dan rumah tangga melalui Gowok.
Popularitas Gowok kembali mencuat setelah film garapan Hanung Bramantyo tayang di bioskop. Film ini mendapat dukungan langsung dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menilai cerita tersebut merefleksikan kekayaan budaya Indonesia serta pentingnya kebebasan berekspresi dalam dunia sinema.
“Menurut saya, ceritanya sangat menarik karena mengangkat sebuah tradisi yang mungkin kini telah punah. Akulturasi berbagai budaya di Indonesia menjadikan negeri ini kaya akan peristiwa dan kisah yang layak diangkat ke layar lebar,” ujar Fadli Zon setelah menonton film tersebut.
Gowok dan Pendidikan Seksualitas di Masa Lalu
Dalam budaya Jawa kuno, sosok Gowok memiliki posisi terhormat. Ia dianggap mampu membentuk pria menjadi calon suami yang matang secara lahir dan batin. Hanya keluarga dari kalangan ningrat atau elite yang mampu menyekolahkan putranya kepada seorang Gowok.
Sejarawan dari UIN Raden Mas Said Surakarta, Latif Kusairi, menjelaskan bahwa tradisi ini tidak berlaku umum. Hanya anak-anak pejabat lokal, seperti wedana atau lurah, yang biasanya mengikuti pendidikan ini. Tradisi tersebut dianggap memiliki nilai prestise tinggi di kalangan elite desa.